Hijau, Gerakan Peduli Lingkungan

20 Agustus 2007

Hic Haeret Aqua!

Filed under: Artikel & berita, narasumber — Tag:, , , — yayasan hijau gerakan peduli lingkungan @ 4:33 pm

oleh : Herman Achmad Marup* 

Di mana air berhenti, di situ semua persoalan bermula. Pepatah latin ini menyatakan betapa pentingnya air. Metafor bukan semata-mata adagium atau sanepa. Ia menurut Derrida adalah jalan lingkar atau reason tak langsung yang menuju kesejatian rasional. Archetype Thales (400 SM) atau elemen utama jagat raya adalah air –berikut udara, api, dan tanah- sebagai empat elemen keramat. Masyarakat Hindu-Bali menyebutnya sebagai teja untuk agni, api, apeiron (Anaximander, 400 SM), apah untuk air, aqua, dan bayu untuk udara, angin, maruta, serta  pretiwi untuk tanah. Dalam pewayangan Jawa dipersonifikasikan sebagai Bima/Wrekudara (udara, angin, maruta, bayu), Antasena (air, apah, aqua, tirta), Wisanggeni (api, apeiron, agni, geni), dan Antareja (pretiwi, bhumi, tanah). Keempat elemen keramat ini menyusun keseluruhan jagat raya baik yang biotik maupun abiotik.  Air/aqua/apah/tirta adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk biotik. Ia disebut juga sebagai tirta prawitasari, air kehidupan, atau maan mubarakan, air keberkatan. Karenanya air tidak saja sumber kehidupan bagi struktur-struktur biotik, tapi juga membersihkan atau secara keramat: ia mensucikan. Secara medis air (H2O, aqua destillata) menjadi media pembersih terbaik. Dalam atmosfer kekeramatan, air juga mensucikan baik jasmani maupun ruhani. Ia membawa kepada solemnitas atau rasa khidmat dalam ritual-ritual agama. Secara individual ia membawa kepada religiusitas, kekhusyukan, dan kesalehan.Air memang fluida/zat alir yang unik. Mikroskop elektron di Jepang digunakan untuk “melihat perilaku” struktur-struktur molekul air. Penelitian itu menunjukkan kemampuan struktur molekul air merespon kualitas-kualitas mental/budhi. Air yang “diperdengarkan” sumpah serapah, struktur molekulnya berbeda jauh dengan air yang didoakan. Karenanya air doa dalam tradisi agama dapat menjadi pengobatan, bahkan doa-doa dan ritual itu sendiri membawa kesembuhan. Tubuh manusia 70% terdiri dari air, sehingga responsible terhadap kualitas-kualitas budhi. Dahulu tradisi demikian dipandang bidat karena menjurus kepada klenik. Sekarang, mikroskop elektron membuka cakrawala nalar dan religiusitas manusia. Air keberkatan tak lagi bermakna primitif belaka, status rasional untuknya menjadi mungkin. Dari hidra menjadi tirta nirmala.Siklus air di jagat mikro maupun makro, manusia maupun alam, menunjuk kepada kebertubuhan manusia yang unik dan eksistensial. Tubuh menurut Ponty (1900-1961) adalah entitas jasad-berjiwa sekaligus jiwa-berjasad. Tubuh air ini sekaligus bersifat jasmani dan ruhani. Setidaknya terdapat relasi-relasi internal [torso/tubuh air] [struktur molekul air] – [kualitas-kualitas kesalehan]. Integrasi sehat ketiganya langsung bersangkutan dengan daya tahan hidup dan perkembangan kaulitas-kualitas kehidupan manusia. Asas afinitas jagat mikro-makro mengijinkan relasi di atas menjadi eksternal dan komunal: [globules/bhumi] – [siklus air/tirta] – [kualitas-kualitas etikamoral/budhi]. Relasi bhumi-tirta terkait dengan komitmen etik serta nalar siklis atau budhi. Pada hampir seluruh permukaan kerak bumi, siklus bhumi-tirta berperanan penting. Relasi geologis bhumi-tirta (termasuk atmosfer) merupakan relasi-relasi alamiah yang kelangsungannya harus dipertahankan manusia. Betapapun laju perkembangan iptek dan perekonomian, ia masih gayut terhadap relasi geologis tersebut. Ia adalah tempat lay on atau seleh seluruh peradaban yang dibangun manusia. Pengelolaan salah terhadap relasi geologis bhumi-tirta dapat secara langsung mempengaruhi kesanggupan hidup dan berkembang (viability) manusia dan bisa membawa kepada kehancuran ekonomi. Polusi termik dan pemukiman manusia dapat menimbulkan disfungsi pada bhumi. Soil water (air tanah) bisa mengering karena polusi termal, atau karena terhalangnya daya resap bhumi oleh material sarana pemukiman. Air terlalu cepat terbuang ke laut, sehingga bhumi tak dapat melakukan fungsi resapannya. Pemanasan ekstrim bhumi juga bisa menimbulkan gejala hidrofobik yang tak terbalikan. Yakni hilangnya kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air untuk selamanya. Koloid-koloid tanah musnah terpanggang. Kohesi terlalu besar dengan konsistensi tanah sehingga tanah tak bisa melunak kembali dengan pembasahan seperti apapun. Ini identik dengan efek tembikar pada tanah yang dipanaskan secara ekstrim. Jika tembikarisasi permukaan bhumi terus berjalan tanpa kendali, maka siklus bhumi-tirta tak berjalan alamiah. Maka masa depan manusia akan penuh pralaya, bencana. Korelasi alamiah bhumi-tirta-budhi tak lagi terintegrasi. Kehidupan manusia global di ambang kepunahan. Hic haeret aqua! 

  • Staf peneliti pada Falsafatuna dan Kempalan Pangangsu Kawruh “Tjap Orang Djadzab” Ngayogyakarta Hadiningrat.
  • Narasumber koresponden Hijau GPL dalam Kegiatan Opini di Media tentang Kampanye Pelestarian Air Bersih dan Sehat (Program MMC 8 ESP)

1 Komentar »

  1. Yayasan Bahagia Priama peduli kaum perempuan selama ini Yayasan kami bergerak dalam pemberdayaan perempuan khusus dalam pelatihan menjahit garmen, yang betul-betul tersa manfaat nya langsung bersentuhan dengan kaum perempuan yang selama ini dipandang sebelah mata, tetapi sangat membantu dalam hal pendidikan luar sekolah yang sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat di lingkungan kami, mohon info untuk tindak lanjut kegiatan kami diatas , atas info dan bantuanya kami ucapkan terima kasih

    Komentar oleh bahagiaprima — 13 Juni 2009 @ 2:31 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.